fbpx

Muhammad Rhega

BAGIKAN YA!

Surabaya dalam Kenangan

Murottal sudah terdengar dari masjid dekat rumah kami

Kota yang seharian penuh hingar-bingar mendadak syahdu

Ketika senja bersolek dengan pupur warna oranye

Yang terlihat begitu menawan

Bangkit dari ufuk barat

Mengantar pulang para pencari uang

Ke peraduannya masing-masing

Layang-layang harus diturunkan

Melewati semrawutnya kabel perkotaan

Sepak bola harus segera dihentikan

Bergegas pulang ke rumah dan bersiap pergi mengaji

Betapa manisnya untaian kenangan yang terajut rapi dalam memori

Rumah di sebelah kanan itu adalah tempat kami tinggal dulu

Bukan kompleks rumah mewah dengan pohon palem di sepanjang jalan

Hanya rumah petak berukuran sembilan meter persegi

Yang selalu dibayangi wacana pemutihan

Demi kepentingan keindahan kota

Sudah hampir tiga dekade

Surabaya masih menjadi tempat yang nyaman untuk singgah

Bahkan untuk pulang

Bukan karena gemerlapnya lampu metropolitan

Namun karena cerita yang menolak untuk dilupakan

Di kota ini Aku pernah menyabung nyawa

Ketika tubuh yang masih ranum

Tergolek di atas bongkahan es batu

Tawar-menawar dengan malaikat maut

Diiringi doa para suster

Menanti dengan cemas selama empat puluh hari

Sebelum akhirnya Aku terlahir kembali

Begitulah setidaknya cerita yang sering kudengar 

Dari orang-orang

Yang tak pernah lelah mendoakan keselamatanku

Akhir-akhir ini renjana rindu begitu menyesakkan dada

Ingin rasanya berkubang dalam genangan kenangan

Mengais sisa memoar yang terserak

Jarak bukanlah soal

Demi kerinduan yang menggebu-gebu

Kulahap ratusan kilometer dalam semalam

Bak nabi yang menjalankan Isra’

Di hadapan sepasang kopi panas

Kubuka sekoper cerita

Berkeluh betapa payahnya kita berpeluh

Tidak untuk memperdebatkan

Susu mana yang paling manis

Atau kopi siapa yang paling pahit?

Namun sekadar mencari pengajaran

bagaimana menikmati setiap kepahitan 

Tentang penulis

Cerita lainnya

Tinggalkan komentar

Leave a Comment